Sumber: Cyber MQ [Mata Air]
Oleh : Aa Gym
Assalamuálaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Aa… ternyata menjalani hidup dikota susah dan banyak sekali permasalahan yang sering kita hadapi, sehingga terkadang saya harus banyak keluh kesah karena masalah sepele, bahkan serasa hidup ini sudah tidak ada kesemangatan lagi. Mudah-mudahan Aa dapat memberikan arahan-arahan yang dapat membauat kesemangatan dalam hidupku ini.
Wassalamuálaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Bapak yang baik, hidup di kota besar semacam...
Jakarta atau Bandung membutuhkan kekuatan iman dan kekuatan mental. Macet saat di perjalanan dalam waktu-waktu tertentu adalah suatu permasalahan yang kadangkala sering kita hadapi.Tak heran bila untuk sebuah perjalanan, kalau kita tidak memakai strategi yang bagus, tidak memakai perencanaan yang matang, maka kemacetan benar-benar akan mencuri waktu begitu lama.
Terkadang bisa berjam-jam di jalan .Kalau saja tidak berusaha untuk bening hati , sepertinya sepanjang jalan yang terjadi hanya dongkol dan marah-marah. " Aduh , kapan sampainya ! aduh, ini kok lama banget !, Aduh , kok macet terus !" Mungkin ungkapannya seperti itu. Aduh dan aduh. Padahal kata-kata “aduh”, kalau hanya tanda keluh kesah, sebetulnya tidak menyelesaikan masalah. Justru kata-kata yang terlontar ini menunjukan ketidaksabaran kita. Apalagi jika tiba-tiba di pinggir jalan ada kendaraan lain berhenti seenaknya. Kita boleh kecewa dan boleh melihat ini sebagai sesuatu yang harus diperbaiki. Tetapi , tidak berarti kita harus sengsara dengan marah-marah atau berkeluh kesah.
Mata terbeliak dan mulut kadang berucap " minggir , dong !" Mungkin inginnya menghardik seperti itu.Tetapi alangkah lebih baiknya jika kita menyapa dengan kata yang lebih lembut, " Maaf, Pak ! Boleh agak ke pinggir sedikit ! ". Ungkapan seperti ini nampaknya akan lebih ringan ke dalam hati, daripada melotot dengan menggunakan otot. Boleh jadi kalau sudah banyak kedongkolan, selain akan banyak berkeluh kesah, juga akan menjadikan diri lebih emosional. Ini yang paling merugikan . Bagi kita maupun orang lain . Kita harus mengukur kehilangan waktu dalam beberapa menit atau beberapa jam, padahal waktu tersebut sebenarnya dapat menjadi tambahan ilmu dan kemampuan diri kita.
Ada baiknya, selama perjalanan lengkapi diri dengan sumber-sumber ilmu, baik berupa kaset ceramah, nasyid, atau kaset murotal Qur’an. Sumber-sumber ini akan menambah percepatan keilmuan kita, disamping akan membuat kita tidak tergoda untuk ber’aduh ria. "Aduh, terlambat nih !" "Aduh , ada yang ketinggalan nih !" Kata-kata seperti ini sebetulnya tidak perlu dikeluarkan ! Karena tidak menyelesaikan masalah. Lebih baik kita isi dengan do’a ; " Ya Allah, semoga saya datang tepat waktu, semoga ada jalan keluar dari kemacetan ini ". Kata-kata ini akan lebih produktif dibandingkan dengan kata "aduh". Marilah kita minimalisirkan keluh kesah seperti ini.Apalagi bagi kita pun ada kenikmatan tersendiri bila kita bisa bicara lebih santun. Kesantunan akan membuat batin kita lebih ringan daripada berperilaku emosional.
Lebih dari itu, kelembutan akan mampu menaklukan sesuatu yang tidak bisa ditaklukan dengan kekerasan. Itu sudah bagian dari rumusannya. Karena, kalau orang-orang keras dilawan dengan kekerasan , maka dia akan merasa itu bagiaan dunianya. Tapi , kalau orang-orang yang bertemperamen keras itu diberi kelembutan yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam, Insya Allah mereka akan terbawa lembut juga. Contohnya, orang sekeras Umar bin Khatab atau Khalid Bin Walid bisa jatuh tersungkur menagis oleh lembutnya Al Qur’an.
Berkeluh kesah seringkali pula membuat kita terdramatisi oleh masalah. Seakan-akan rencana dan keinginan kita lebih baik daripada yang terjadi . Padahal , belum tentu . Siapa tahu , dibalik kejadian yang mengecewakan menurut kita, ternyata sarat dengan perlindungan Allah dan sarat dengan terkabulnya harapan-harapan kita. Tiap melakukan kekeliruan , kita ditolong Allah dengan diberi tuntunan-Nya. Tuntunan itu tidak harus dengan terkabulnya keinginan yang kita mohonkan. Bisa jadi terkabulnya do’a itu bertolak belakang dengan yang kita minta. Karena Allah Maha Tahu di balik apapun keinginan kita. Baik keinginan jangka pendek, maupun keinginan jangka panjang. Baik kerugian duniawi maupun kerugian ukhrowi. Baik kerugian secara materi maupun kerugian secara mental .
Kita tidak bisa mendeteksi secara cermat. Kadang-kadang kita hanya mendeteksinya sesuai dengan keperluan hawa nafsu kita. Kelihatannya sepele mengaduh ini. Tetapi, itu akan menjadi kualifikasi pengendalian diri kita. Ketahuilah bahwa kualitas seseorang itu tidak diukur dengan sesuatu yang besar-besar, tetapi oleh yang kecil-kecil. Kalau kita ingin melihat sebuah kompleks perumahan yang berkualitas, mka kita lihat saja panjang pendek rumput dihalamannya. Kalau berkualitas dan terawat dengan baik, maka rumputnyapun nampak terawat dengan baik.Marilah kita respon setiap kejadian demi kejadian dengan respon lisan yang positif, mengapa ? karena setiap respon akan mempengaruhi persepsi kita terhadap masalah yang kita hadapi dan cara kita menyelesaikannya.
Lebih dari itu akan berdampak pula kepada orang-orang di sekitar kita. Jadi , sapaan-sapaan, teguran-tguran, komentar-komentar, celetukan-celetukan kita ini harus benar-benar bernilai produktif. Tidak hanya berarti bagi diri kita, tetapi juga bagi orang di sekitar kita.Apalagi keluh kesah termasuk penyakit hati, yaitu bentuk ketidaksabaran kita dalam menerima ketentuan dari Allah. Ada Hadits Qudsi yang menyatakan bahwa " Barangsiapa yang tidak ridho terhadap ketentuan-Ku, dan tidak sabar atas musibah dari-Ku, maka carilah Tuhan selain Aku.. " (HQR Bukhoti-Muslim). Dari Hadits Qudsi ini, nampaklah bahwa segala apapunyang Allah karuniakan kepada kita, maka kita harus menerimanya dengan ridho. Oleh karenanya, kita tidak perlu banyak mengaduh atau berkeluh kesah. Sedapat mungkin kurangi aduh mengaduh ini . Jauh akan lebih produktif jikalau kita optimalkan waktu dengan banyak berdo’a dan menambah kualitas keilmuan diri serta terus menyempurnakan ikhtiar di jalan yang Allah ridhoi. Wallahua’lam bishawab
Read More..